Tepat pada 20 Mei 2017 kita memperingati hari
kebangkitan nasional “harkitnas” sebagai
bentuk peringatan dari lahirnya organisasi pemuda yang pertama kali
mempelopori lahirnya berbagai organisasi kebangsaan lainnya di
indonesia “Boedi Oetomo”.
Sebelum berdirinya Boedi Oetomo kebangkitan nasional dengan semangat persatuan,
kesatuan dan nasionalisme yang diikuti kesadaran memperjuangkan kemerdekaan belumlah
muncul. Organisasi Boedi Oetomo didirikan pada 20 Mei 1908 oleh dr. R. Sutomo
dan para pelajar STOVIA. Pada awal berdirinya organisasi ini bukanlah
organisasi politik, melainkan bersifat sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun seiring
berjalannya waktu boedi oetomo
menjadi cikal bakal gerakan yang bertujuan untuk kemerdekaan indonesia.
Pada peringatan hari kebangkitan nasional tahun ini
kita dihadapkan oleh berbagai persoalan dari kemiskinan, pendidikan yang
biayanya semakin membumbung tinggi juga tidak merata hingga semakin menguatnya
suasana sektarian yang berlangsung panas bahkan cenderung kacau balau. Disaat
negara-negara lain sudah berbicara teknologi yang lebih maju, penguatan ekonomi
negara untuk bersaing di era
globalisasi yang maju begitu pesat saat ini. Kita masih disibukkan dengan
sentimen etnis, agama dan ras yang semakin meningkat bisa diliat di berbagai
media sosial yang banyak memperdebatkan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Meningkatnya suasana
sectarian ini akan menguras banyak pikiran yang itu sangatlah tidak penting,
yang terjadi kemudian kita lalai bahwa negeri ini banyak persoalan yang harus
segera diselesaikan.
Menguatnya sentimen ras saat ini tidak terlepas dari
ajang pilkada dki hari-hari lalu yang mengantarkan pasangan Anies Baswedan- Sandi Uno kepucuk pimpinan dki
1. Dari banyak perbincangan entah itu di media sosial atau di beberapakali ajang
diskusi, kemenangan anis tidak terlepas
dari politisasi sara, agama dijadikan alat politik untuk menumbangkan rival
mereka pasangan Ahok-Jarot. Pernyataan Ahok yang menyinggung
surat al-Maidah
ayat 51 pada saat berdialog dengan masyarakat di kepulauan seribu dilaporkan MUI karena dianggap
menistakan agama Islam.
Pada saat itu propaganda-propaganda kebencian
terhadap ahok dengan semboyan “Penista
agama Islam” sangat kencang
menghembus bak angin topan. Keberhasilan menyebarkan virus kebencian itu
berujung pada mobilisasi massa pada aksi bela islam 411 212 yang diikuti oleh
ribuan massa umat islam menuntut agar Ahok
dipejara karena melanggar uu penodaan agama kuhp pasal 156. Sentimen-sentimen
yang dibangun pada saat masa kampanye sangatlah brutal, “Haram disolatkan bagi
siapa yang memilih Ahok”,
“Kafir” dll. Pada
akhirnya perolehan suara pasangan Ahok-Jarot pada saat putaran
kedua pilkada dki menurun dan masyarakat beralih memilih pasangan Anies-Sandi untuk memimpin dki
jakarta kedepan.
Amboi sudahlah saya tidak mau ambil pusing siapa
yang menang dan siapa yang kalah dalam pilkada DKI karena jelas itu hanya buang-buang
waktu dan bisa dipastikan siapapun pemimpinnya tidak akan mampu menyelesaikan
persoalan di Jakarta
yang paling sexy apalagi kalo bukan macet!! Haha. Hal yang terpenting
dan harus diperhatikan lebih serius adalah pasca pilkada dki keutuhan nkri terancam oleh menjamurnya
kelompok-kelompok radikal islam. Buntut dari pesta demokrasi itu semakin
massifnya virus-virus kebencian menyebar di berbagai pelosok negeri melalui
media cetak “Bulletin
al-Islam” atau media sosial
yang mudah dan massal dibaca oleh seluruh kalangan masyarakat. Bayangkan di era
globalisasi saat ini dimana internet sudah banyak dikonsumsi masyarakat
terutama melalui media massa instagram, Facebook,
Twitter, Whatsapp dll, dari
bangun hingga maun tidur masyarakat dijejali konten-konten yang mengajak untuk
jidah, anti pancasila, tegakkan negara islam, anti china, anti komunis,
virus-virus itu dilahap setiap hari yang tentu sangat mempengaruhi pikiran
masyarakat. Yang terjadi adalah sentimen ras kecurigaan antar kelompok semakin
tinggi. Nah kalau sudah saling curiga, saling takut dan saling merasa benar
sendiri bagaimana bisa mau bersama-sama, bersatu memajukan negeri ini !
Pada kebangkitan nasional tahun ini kita berharap
negara ini semakin maju, berdaulat dibidang ekonomi, politik dan budaya untuk
selanjutnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat akan tercapai. Sebagaimana
perkataan bung karno “Revolusimu
belum selesai” masih banyak cita-cita kemerdekaan yang belum kita capai baik
itu dibidang sosial, ekonomi maupun politik. Semboyan bhineka tunggal ika
marilah kita pahami, kita pegang erat dan kita aplikasikan bersama-sama dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Situasi yang terjadi saat ini menjadi tugas
kita bersama untuk meredam sentiment
sectarian, dengan apa?, Jelas
dengan terlibat di dalamnya.
Kita sebarkan virus-virus perdamaian dan persatuan, kita semua tahu bahwa agama
apapun itu pasti mengajarkan penganutnya tentang berbuat baik dan adil. Kita
wujudkan Islam
yang rahmatallil’alamin melalui status-status ataupun tulisan di media
sosial yang positif dan mengarah pada ajakan untuk bersatu dan berjuang bersama
untuk mewujudkan apa yang telah di cita-citakan oleh para pejuang kemerdekaan
negeri ini. Kita ketahui bersama bahwa indonesia adalah negara seribu budaya,
berbagai suku dan agama. Oleh karena itu jika terjadi gesekan sedikit saja akan
berakibat fatal kerusuhan dan pertumpahan darah saudara sendiri akan terjadi.
Tentu kita semua tidak menginginkan itu semua terjadi bukan?.
Oleh : Indra Tullen pejuang tegaknya Mitra Ummah di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Sunan Kalijaga
Komentar
Posting Komentar